BATAGOR
Siapa sangka sebatas batagor bisa membiarkan pelajaran yang begitu
berarti. Hari kamis ketiga di bulan Maret, aku pulang menuju kampung halaman, hari
itu mata kuliah hari Jumat ditarik dan dibahas singkat, sehingga hari Jumat
berhargaku menjadi libur. Aku berangkat sore sekitar jam 17.00 WIB dengan
mengendarai sepeda motor kesayangan yang telah menemaniku selama sekitar empat
tahun lebih. Ada hal yang selalu harus
kau ingat ketika akan bepergian
“Janganlah lupa lupa panaskan motormu!”
Kepulanganku sama seperti kepulangan yang biasanya, tapi yang membedakan
kepulangan di hari itu adalah hasrat yang terbersit dalam pikiranku untuk
membeli batagor. Aku sedang berpuasa di hari itu, ketika adzan berkumandang,
aku menepi sejenak dan membuka makanan yang telah aku bawa sebelumnya, sambil
menatap langit senja yang menawan aku pun menikmati satu onde-onde dan satu risoles
yang sebelumnya aku minta dari suatu masjid. Setelah selesai menyantap, aku pun
kembali melanjutkan perjalanan. Diperjalanan aku merasakan suatu hal, seperti ada
yang kurang dalam diri ini. Bisikan angin yang mengusap helm membuatku menyadari
suatu hal yang membuatku merasa kekurangan, ternyata satu onde-onde dan satu
risoles tadi tidak cukup untuk menutupi kekuranganku di waktu itu, aku masih
lapar.
Dari semua jajanan yang dikenal, pikirku hanya terbayang satu sosok
makanan, yaitu batagor. Aku berpikir, pastinya di sepanjang jalan yang kulalui
yaitu sekitar 20 KM, peluang bagiku untuk menemukan tukang batagor itu
sangatlah besar, jadi aku pun santai, karena pasti diperjalanan ini aku akan
bertemu dengannya, sang penjual batagor. Benar saja di sepanjang perjalanan
banyak sekali tukang batagor yang kutemui. Tapi kawan, tidak ada satupun
batagor yang ku dapatkan, kau tau mengapa? Jadi begini brader and sister, di
jalan banyak sekali tukang batagor yang kutemui, tapi karena berbagai alasan
yang menjauhkan pada kesempurnaan, aku tidak singgah dan membeli batagor dengan
uang Rp. 5000 lecet yang kupunya.
Ku temukan tukang batagor “Ah terlewat dikit,
nanti aja didepan juga ada lagi.”
Kutemukan lagi tukang batagor “Ah, ini mah
kelihatannya mahal, nanti aja di depan.”
Ku temukan lagi tukang batagor “Yah, ada
disebrang, nanti aja ah, nyari yang ga perlu nyebrang.”
Ketemukan lagi tukang batagor “Nanggung ah,
deket ke tukang batagor yang biasa sudah berlangganan.”
Namun ketika melintas di tukang batagor yang dimana aku biasanya beli
disitu, ternyata si emangnya sudah tidak berjualan, karena mungkin dagangannya
habis lebih dulu, atau mungkin ada kemungkinan-kemungkinan lagi yang sedang tak
ingin kutuliskan satu-satu dugaannya. Dengan rasa yang tidak terlalu kecewa
karena ada untungnya juga, uangku tidak berkurang Rp. 5000.
Apakah kau mendapatkan sesuatu dari ceritaku
tentang batagor ini? Dalam kehidupan kita seringlah berjumpa dengan suatu
kesempatan, sulit memang mendapatkan kesempatan yang sempurna. Tapi kawan, dengan
usaha kamu dapat menyempurnakan kesempatan yang ada, secacat apapun kesempatan
itu, kamu akan selalu memiliki usaha yang akan membuatnya sempurna.
“Jangan lewatkan kesempatan begitu saja, meskipun kau masih memiliki
dana umum.”
Tidak perlu menunggu kesempurnaan untuk berjuang. Cukup berusaha, dan
sempurnalah!
Asshiap
BalasHapus